Sunday 14 February 2016

Taare Zamen Par
(Bintang kecil di Bumi )


Senin, 8 febuari 2016

            Habis nangis nonton film ini jadi pengen buat reviewnya sedikit. Ini adalah salah satu film India yang sangat menginspirasi. Setelah sukses dengan film Three Idiot, Amir Khan kembali bermain lagi dalam film yang bertemakan inspirasi dan motivasi seperti Three Idiot yaitu Taare Zamen Par. Selain jadi aktor di film ini, Amir Khan juga jadi produser serta sutradaranya.
            Film ini awalnya cukup membosankan karena sudah selang satu jam Amir Khan belum muncul-muncul. Jalan ceritanya juga belum tertebak kemana arahnya. Baru setelah satu jam 10 menit, Amir Khan muncul sebagai guru seni yang menggantikan posisi guru seni tetap di sebuah sekolah asrama untuk sementara waktu. Di sekolah itu ada seorang anak penderita diseleksia. Anak tersebut bernama Ihsaan. Ihsaan adalah murid pindahan. Ia sempat disekolahkan di sekolah biasa (bukan asrama) sebelumnya, namun karena tidak bisa membaca dan menulis, Ihsaan selalu tertinggal dalam berbagai pelajaran. Ia sudah tidak naik kelas satu kali saat berada di kelas 3 dan terancam tidak naik kelas lagi ditahun tersebut. Orang tua Ihsaan selalu mendapatkan keluhan tentang perilaku Ihsaan dari orang-orang. Semua guru Ihsaan mengatakan bahwa Ihsaan adalah anak yang malas dan nakal di kelas. Tetangga mengeluh karena Ihsaan sangat nakal dan kerap bertengkar dengan anak mereka. Ihsaan juga pernah meninggalkan jam sekolah untuk bolos dan menghabiskan waktunya berjalan-jalan keliling kota sendirian. Akibat perbuatannya itu, ia dihukum untuk sekolah di asrama agar tidak nakal lagi dan bisa pandai seperti kakaknya Yohan yang selalu jadi juara kelas.
            Rupanya masalah Ihsaan tersebut tidak teratasi ketika ia pindah ke asrama. Kedisplinan yang diterapkan di asrama membuat jiwanya semakin tertekan. Ia tetap dicap sebagai anak bodoh karena ia tetap tidak bisa membaca dan menulis. Semua guru memarahinya dan teman-teman mengejeknya. Karena hal itu, Ihsaan menjadi depresi, suka merenung, dan berhenti melukis. Padahal, sebelumnya Ihsaan sangat suka melukis dan sangat pandai melukis.
Suatu hari datang seorang guru seni pengganti yang menyadari kekurangan Ihsaan. Guru tersebut adalah Ram yang diperankan oleh Amir Khan. Ram menyadari bahwa Ihsaan sulit membedakan huruf ‘d’ dan ‘b’ dan juga sering terbalik dalam menulis huruf. Menyadari hal tersebut, Ram pun mendatangi orang tua Ihsaan dan memberi tahu orang tuanya bahwa alasan Ihsaan tidak memahami pelajaran adalah karena Ihsaan menderita suatu penyakit bernama Diselexia. Diselexia adalah penyakit dimana seseorang mengalami gangguan saraf motoriknya. Salah satu akibatnya adalah tidak mampu mengenal tulisan sehingga ia tidak dapat membaca atau menulisnya
dengan benar. Berkat kedatangan Ram, orang tua Ihsaan mulai menyadari apa yang sebenarnya terjadi pada Ihsaan. Ihsaan bukan anak yang pemalas, nakal, ataupun bodoh. Ia adalah anak kecil yang mengalami diselexia.
            Suatu hari di kelas, Ram menceritakan tentang kisah seorang anak laki-laki yang tidak bisa membaca dan menulis dimasa kecilnya namun, saat dewasa anak laki-laki itu mampu membuktikan kepada dunia tentang teorinya. Teori anak laki-laki itu adalah teori relativitas. Ya, anak laki-laki itu adalah Albert Enstein. Selain Albert Einstein, penderita diseleksia yang juga menjadi orang besar adalah Leonardo Da Vinci dan Thomas Alva Edison. Rupanya, kisah yang diceritakan Ram tersebut mampu membangkitkan rasa percaya diri Ihsaan kembali. Matanya kembali bersinar dan wajahnya kembali ceria. Saat kelas bubar, Ram menemui Ihsaan dan berkata bahwa ada seseorang laki-laki lagi yang saat kecil tidak bisa membaca dan menulis namun dia tidak terkenal dan orang itu adalah Ram. Ihsaan menatap Ram dalam rupanya bukan hanya dirinya penderita diseleksia, namun seseorang yang sangat menginspirasinya hari itu yaitu Ram juga menderita diseleksia. Sejak saat itu mereka semakin akrab. Ihsaan rajin belajar bersama Ram untuk mengatasi problem diseleksianya.
Singkat cerita, Ihsaan mampu mengatasi diseleksianya dan memiliki nilai yang baik. Ihsaan juga menjuarai festival lukis disekolahnya dan karyanya menjadi sampul buku halaman sekolah. Saat pengambilan raport tiba, semua orang tua membawa buku sekolah yang bersampul lukisan Ihsaan. Guru-guru tidak lagi menceritakan kekurangan Ihsaan namun bercerita tentang kehebatannya. Orangtua Ihsaan sangat terharu dan berterimakasih kepada sekolah itu namun guru-guru berkata bahwa semua itu karena Ram. Orangtua Ihsaan akhirnya bertemu dengan Ram memeluknya dan mengucapkan terimakasih kepadanya karena berkat dia, Ihsaan akhirnya bisa tumbuh dengan normal dan menjadi anak-anak seperti anak-anak normal yang lain.
Di dunia ini mungkin banyak sekali anak-anak dengan kebutuhan khusus lainnya. Tidak semua orang menyadarinya bahkan orang terdekatpun kadang tidak mampu memahaminya sekalipun itu adalah orangtua. Namun, film ini mengajarkan bahwa kita harus belajar memahami anak kita kelak, selalu melindunginya, ada saat ia butuhkan dan menerima mereka apa adanya sekalipun mereka berbeda dengan yang lainnya. Selalu ada dan membimbing mereka menjadi lebih baik dengan kesabaran dan ketekunan. Anak bukanlah aset untuk menjadi mesin pencetak uang dengan mendidik mereka menjadi juara dalam segala bidang namun pencetak kebahagiaan terutama kebahagiaan bagi diri mereka sendiri.

“Bahwa setiap anak itu adalah spesial. Mereka memiliki dunia yang unik dan indah. Jangan biarkan bintang kecil hilang dari bumi” Taare Zamen Par