Taare Zamen Par
(Bintang kecil di
Bumi )
(Picture from: https://pastipanji.files.wordpress.com/2010/12/14lls8.jpg)
Habis
nangis nonton film ini jadi pengen buat reviewnya sedikit. Ini adalah salah
satu film India yang sangat menginspirasi. Setelah sukses dengan film Three
Idiot, Amir Khan kembali bermain lagi dalam film yang bertemakan inspirasi dan
motivasi seperti Three Idiot yaitu Taare Zamen Par. Selain jadi aktor di film
ini, Amir Khan juga jadi produser serta sutradaranya.
Film ini
awalnya cukup membosankan karena sudah selang satu jam Amir Khan belum
muncul-muncul. Jalan ceritanya juga belum tertebak kemana arahnya. Baru setelah
satu jam 10 menit, Amir Khan muncul sebagai guru seni yang menggantikan posisi
guru seni tetap di sebuah sekolah asrama untuk sementara waktu. Di sekolah itu
ada seorang anak penderita diseleksia. Anak tersebut bernama Ihsaan. Ihsaan
adalah murid pindahan. Ia sempat disekolahkan di sekolah biasa (bukan asrama) sebelumnya,
namun karena tidak bisa membaca dan menulis, Ihsaan selalu tertinggal dalam
berbagai pelajaran. Ia sudah tidak naik kelas satu kali saat berada di kelas 3
dan terancam tidak naik kelas lagi ditahun tersebut. Orang tua Ihsaan selalu
mendapatkan keluhan tentang perilaku Ihsaan dari orang-orang. Semua guru Ihsaan
mengatakan bahwa Ihsaan adalah anak yang malas dan nakal di kelas. Tetangga
mengeluh karena Ihsaan sangat nakal dan kerap bertengkar dengan anak mereka.
Ihsaan juga pernah meninggalkan jam sekolah untuk bolos dan menghabiskan
waktunya berjalan-jalan keliling kota sendirian. Akibat perbuatannya itu, ia
dihukum untuk sekolah di asrama agar tidak nakal lagi dan bisa pandai seperti
kakaknya Yohan yang selalu jadi juara kelas.
Rupanya
masalah Ihsaan tersebut tidak teratasi ketika ia pindah ke asrama. Kedisplinan
yang diterapkan di asrama membuat jiwanya semakin tertekan. Ia tetap dicap
sebagai anak bodoh karena ia tetap tidak bisa membaca dan menulis. Semua guru
memarahinya dan teman-teman mengejeknya. Karena hal itu, Ihsaan menjadi depresi,
suka merenung, dan berhenti melukis. Padahal, sebelumnya Ihsaan sangat suka
melukis dan sangat pandai melukis.
Suatu hari datang seorang guru
seni pengganti yang menyadari kekurangan Ihsaan. Guru tersebut adalah Ram yang
diperankan oleh Amir Khan. Ram menyadari bahwa Ihsaan sulit membedakan huruf
‘d’ dan ‘b’ dan juga sering terbalik dalam menulis huruf. Menyadari hal
tersebut, Ram pun mendatangi orang tua Ihsaan dan memberi tahu orang tuanya
bahwa alasan Ihsaan tidak memahami pelajaran adalah karena Ihsaan menderita
suatu penyakit bernama Diselexia. Diselexia adalah penyakit dimana seseorang
mengalami gangguan saraf motoriknya. Salah satu akibatnya adalah tidak mampu
mengenal tulisan sehingga ia tidak dapat membaca atau menulisnya
dengan benar. Berkat
kedatangan Ram, orang tua Ihsaan mulai menyadari apa yang sebenarnya terjadi
pada Ihsaan. Ihsaan bukan anak yang pemalas, nakal, ataupun bodoh. Ia adalah anak
kecil yang mengalami diselexia.
Suatu hari
di kelas, Ram menceritakan tentang kisah seorang anak laki-laki yang tidak bisa
membaca dan menulis dimasa kecilnya namun, saat dewasa anak laki-laki itu mampu
membuktikan kepada dunia tentang teorinya. Teori anak laki-laki itu adalah
teori relativitas. Ya, anak laki-laki itu adalah Albert Enstein. Selain Albert
Einstein, penderita diseleksia yang juga menjadi orang besar adalah Leonardo Da
Vinci dan Thomas Alva Edison. Rupanya, kisah yang diceritakan Ram tersebut
mampu membangkitkan rasa percaya diri Ihsaan kembali. Matanya kembali bersinar
dan wajahnya kembali ceria. Saat kelas bubar, Ram menemui Ihsaan dan berkata
bahwa ada seseorang laki-laki lagi yang saat kecil tidak bisa membaca dan
menulis namun dia tidak terkenal dan orang itu adalah Ram. Ihsaan menatap Ram dalam
rupanya bukan hanya dirinya penderita diseleksia, namun seseorang yang sangat
menginspirasinya hari itu yaitu Ram juga menderita diseleksia. Sejak saat itu
mereka semakin akrab. Ihsaan rajin belajar bersama Ram untuk mengatasi problem
diseleksianya.
Singkat cerita, Ihsaan mampu
mengatasi diseleksianya dan memiliki nilai yang baik. Ihsaan juga menjuarai
festival lukis disekolahnya dan karyanya menjadi sampul buku halaman sekolah.
Saat pengambilan raport tiba, semua orang tua membawa buku sekolah yang
bersampul lukisan Ihsaan. Guru-guru tidak lagi menceritakan kekurangan Ihsaan
namun bercerita tentang kehebatannya. Orangtua Ihsaan sangat terharu dan
berterimakasih kepada sekolah itu namun guru-guru berkata bahwa semua itu
karena Ram. Orangtua Ihsaan akhirnya bertemu dengan Ram memeluknya dan
mengucapkan terimakasih kepadanya karena berkat dia, Ihsaan akhirnya bisa
tumbuh dengan normal dan menjadi anak-anak seperti anak-anak normal yang lain.
Di dunia ini mungkin banyak
sekali anak-anak dengan kebutuhan khusus lainnya. Tidak semua orang
menyadarinya bahkan orang terdekatpun kadang tidak mampu memahaminya sekalipun
itu adalah orangtua. Namun, film ini mengajarkan bahwa kita harus belajar
memahami anak kita kelak, selalu melindunginya, ada saat ia butuhkan dan
menerima mereka apa adanya sekalipun mereka berbeda dengan yang lainnya. Selalu
ada dan membimbing mereka menjadi lebih baik dengan kesabaran dan ketekunan.
Anak bukanlah aset untuk menjadi mesin pencetak uang dengan mendidik mereka
menjadi juara dalam segala bidang namun pencetak kebahagiaan terutama
kebahagiaan bagi diri mereka sendiri.
“Bahwa setiap anak itu adalah spesial. Mereka memiliki dunia yang unik
dan indah. Jangan biarkan bintang kecil hilang dari bumi” Taare Zamen Par